Senin, 15 Desember 2008

filsafat ilmu

assalamu'alaikum Wr.WKedudukan Filsafat Matematika
FILSAFAT ILMU
oleh: ahmad mujahid

Dilihat dari segi Ontologinya filsafat ilmu merupakan pengetahuan yang mutlak yang tidak lepas dari presepsi filsafat tentang apa dan bagaimana suatu benda itu.
Ontologi ilmu meliputi apa hakikat ilmu dan apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang inhern dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak lepas dari persepsi filsafat tentang apa dan bagaimana”ada” itu(being sein dan hat zijn)
Ontologi terdiri atas.

1. Materialismo yaitu : pandangan yang menyatakan bahwa tidak ada hal yang nyata kecuali materi
2. Idelisme adalah hakekat benda adalah rohani, spirit. Alasannya : nilainya roñilla lebih tinggi dari badan manusia. Manusia tidak memahami dirinya dari pada dunia dirinya.
3. dualisme mengatakan hakekat benda itu dua materi dan imateri materi bukan dmuncul dari roh, roh bukan muncul dari benda. Sama-sama hakikatnya.
4. skeptisisme
5. agnotisme menyatakan bahwa manusia tidak dapat mengetahui hakikat benda.

Jhon dewey mengatakan bahwa tidak perlu mempersoalkan kebenaran suatu pengetahuan, melainkan sejauhmana kita apat memcahkan persoalan yang timbul dalam masyarakat, artinya adalah kebenaran pengetahuan itu hendaknya menjadi ukuran dalam kegunaan atau kemamfaatanya untuk umum. Jadi bukan pengetahuan itu sendiri yang benar tetapi pengertian itu baru menjadi benar dalam kerangka proses penerapannya.

Aliran-aliran Ilmu Pngetahuan

1. Empirisme : John Locke yaitu : manusia memperoleh ilmu pengetahan dari pengalamanya
2. Rasionalisme : Rene Descartes , yaitu manusia memperoleh pengetahuan melalui kegiatan akal menangkap objeck.
3. positisme : August Comte, yaitu : manusia memperoleh ilmu pengetahuan dari dua sumber yaitu : pengalamannya dan kegiatan akalnya.
4. intusiosme : Hendri Bregson, yaitu manusia memperoleh ilmu pengetahuan dengan intuisi yaitu mengetahui dengan pengetahuan tingkat tinggi seperti Mendapatkan wahyu.




Dilihat dari segi filsafat ilmu Epistimologi meliputi sumber, sarana, dan tatacara menggunakan sarana tersebut untuk mencapai pengetahuan (ilmiah). Epistimologi juga disebut teori ilmu pengetahuan (theory of knowledge ) epistimologi dapat didefenisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan syahnya (validitas) pengetahuan, dalam metafísica, pertanyaan pokoknya adalah “ apakah ada itu” ? sedangkan dalam epistimologi pertanyaann pokoknya adalah “ apa yang dapat saya ketahui”
Persoalan-persoalan dalam epistimologi adalah?
1. Bagaimanakah manusia dapat mengetahui sesuatu ¿
2. Dari mana pengetahuan itu dapat diperoleh
3. Bagaimanakah validitas pengetahuan itu dapat di peroleh
4. Apa perbedaan antara pengetahuan a priori (pengetahuan pra pengalaman) dan pengetahuan a posteriori ( pengetahuan purna pengalaman )
Epistimologi sebagai sebuah pembenaran, Epistemik.
Sejak tahun 1960 Epistimologi berkembang pesat, edmund Gethier memulai polemiknya dengan mempertanyakan Apakah pembenaran terhadap sesuatu yang diyakini itu cukup untuk disebut ilmu ?
Dalam Epistimologi ilmu berkembang beberapa teori pembenaran yaitu teori koherentisisme dan dan teori foundationalisme, para penganut teori foundationalisme klasik berpendapat bahwa semua pengetahuan dan pembenaran yang diyakini itu berlandaskan pada pengetahuan dan pembenaran noninfrensial, maksudnya seperti : pembenaran hari ini Turín hujan, dimaksudkan hanya turun hujan , tetapi tidak ada maksud untuk meramalkan bahwa hari lain pada hari yang sama juga akan turun hujan. Sebagai landasan sumber pembenarannya dapat diperoleh secara a priori atau a postriori.
Berbeda dengan koherentisisme yang memandang bahwa yang diayakini itu tidak akan terlepas dari lingkaran dari semua yang diyakini. Misalnya yang diyakini : tampilan orang kaya akan dihormati , jajan diwarung tegal,.
Pada tahun 1980 terjadi diskusi eksensip tentang pembenaran, menurut teori internal dan eksternal. Para internalist berpendapat bahwa pembenaran itu ditentukan oleh factor-faktor internal dalam mental seseorang; sedangkan para eksternalist berpendapat bahwa banyak paktor luar mempengaruhi. Evidentialist adalah penganut internalist yang has. Bagi evidentialist adalah pembenaran dibangun oleh presepsi Kita, oleh mind set kita. Bagi evidentilaist pembenaran yang di yakini itu diperoleh karena adanya dukungan evidensi.
Epistimologi subyektif dan pragmatik.
Epistimologi subyektif memberikan implikasi pada standar rasional tentang hal yang diyakini. Menggunakan standar rasional berarti bahwa sesuatu yang diyakini sebagai benar itu tentunya memiliki sifat reliable, ajeg, sebagai standar, maka para reliabilist itu pada hakekatnya adalah obyektivis, sbaliknya, karena yang diyakini benar itu perlu di olah secara reflektif, maka sifatnya menjadi kembali subyektif.
Tokoh epistimologi pragmatik adalah William James dan juga Jhon Dewey. Dewey menyarankan agar pencarian pada yang kekal hendaknya diganti dengan pencermatan realistik mengkritik ide palsu, diganti dengan pencermatan experimental dan empirik.
Epistimologi moral dan religius
Epistimologi moral menelaah evaluasi epistemik keputusan moral dam tori-teori moral, meski Epistimologi moral itu membahas pula metaetik, tetapi karena perkembangan meteetikh telah mengarah pada tela pada makna, bukan pada moral. Maka Epistimologi moral menjadi kehilangan arah, ethik normatif telah bergeser mempertanyakan makna yang membekukan perkembangan Epistimologi moral itu sendiri.
Epistimologi religius berkembang pada dataran kehidupan religious sehari-hari, dan berupaya untuk membuat penafsiran kitab suci untuk memperoleh tuntunan terpercaya, sementara adapula yang memfokuskan pada eksistensi tuhan, pencipta alam, dan kerasulan.
Kebenaran Epistimologi
Sejarah ilmu membuktikan betapa ilmuan terdahulu menamplkan tesis dan teori secara berkelanjutan disanggah atau dimodifikasi atau diperkaya oleh ilmuan berikutnya, kebenaran-kebenran berupa tesis dan teori yang bersifat kondisional, sejauh medianya demikian , sampelnya itu desainya demikian dan seterusnya.
Dengan demikian kebenaran yang di peroles dengan cara kerja denikian adalah kebenaran Epistimologi.
Ilmu pengetahuan yanhg kita kenal Sekarang ini lebih banyak menjaangkau kebenaran Epistimologi, Belem menjankau kebenaran substantif /hakiki.
dilihat dari apa yang dipertanyakan oleh epistemologi ini

1. bagaimana kita tau pengeahuan yang di dapat secara a priori dan postriori?